Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Nilai Raport Bagus Bukan Tanda Anak Pintar

Nilai Raport Bagus

Layaknya orang normal, siapapun yang mendapat nilai raport bagus pasti akan senang karena dianggap sebagai indikasi anak pintar. Namun di masa pandemi ini orang tua harus berpikir ulang menganggap anaknya pandai meski nilai yang tercantum di raport bagus-bagus. Mudah-mudahan tulisan ini bisa memberi wawasan baru bagi Anda sekaligus menambah informasi bagaimana cara guru memberi nilai pada murid.

Cara Guru Memberi Nilai

Dalam bahasa sederhana dalam memberi nilai guru melakukan evaluasi pada semua aspek. Dari segi mata pelajaran ada 3 unsur yang dinilai, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.

Kognitif artinya kecerdasan otak anak dalam mencerna materi yang diterima dari guru. Termasuk dalam ranah ini adalah kemampuan menghafal dan nilai ulangan harian. Banyak orang mengatakan ini berhubungan dengan ukuran IQ masing-masing anak. Makin banyak ukuran IQ nya maka makin cerdas dia. Mendiang Pak Habibie dikenal sebagai manusia dengan IQ tinggi. Kita bisa melakukan tes IQ dengan cara mendaftar pada lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang ini.

Penilaian afektif berhubungan dengan penghayatan, perasaan atau emosi siswa terhadap suatu mata pelajaran. Pokoknya terkait dengan kecerdasan emosi ( EQ). Pengujian kemampuan kognitif sangat mudah dideteksi dalam mata pelajaran bahasa. Misalnya saat anak maju untuk praktek dialog menggunakan bahasa Inggris. Guru akan menilai bagaimana intonasi dan penghayatan murid dalam memperagakan dialog tersebut. Contoh lain adalah pelajaran agama Islam. Khusuk dan tidaknya anak dalam melakukan praktek shalat merupakan salah satu indikator kemampuan afektif.

Seperti namanya psikomotor erat kaitannya dengan gerakan-gerakan fisik. Mata pelajaran olah raga adalah bidang studi yang paling gampang digunakan untuk menilai aspek psikomotor. 

Selain itu guru juga menilai siswa selama proses pembelajaran, tugas-tugas mandiri dan kelompok, nilai ulangan tengah dan akhir semester. Nilai lalu diolah sedemikian rupa menggunakan formula tertentu sehingga jadilah nilai raport.

Kekacauan Dalam Menilai Siswa

Perhatikan lagi baik-baik poin-poin apa saja yang dinilai guru di atas. Lalu bandingkan dengan kondisi sekarang. Atau ikuti dengan kritis analisa sederhana berikut ini.

Saat pandemi kegiatan belajar mengajar lebih banyak dilakukan dengan model Pembelajaran Jarak Jauh ( PJJ). Lalu bagaimana guru bisa melakukan penilaian proses kalau proses pembelajaran di kelas sangat jarang dilakukan? Guru juga tidak bisa mengukur kemampuan afektif dan psikomotor siswa karena tidak pernah menyaksikan siswa melakukan unjuk kerja.

Satu-satunya yang bisa dinilai guru adalah kemampuan kognitif anak betdasar hasil Penilaian Tengah Semester (PTS) dan Penilaian Akhir Semester (PAS) atau Penilaian Akhir Tahun ( PAT). Padahal bukan hal yang aneh jika soal-soal PTS, PAS dan PAT juga dikerjakan anak-anak di rumah. Karena dikerjakan di rumah maka tentu saja mereka bisa leluasa membuka buku, mengakses Google atau bertanya pada siapapun untuk menemukan jawaban yang benar dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Jadi nilai yang bagus sama sekali bukan indikasi bahwa anak tersebut pintar.

Lalu bagaimana guru menentukan nilai? Para guru melakukan perkiraan saja berdasar rekam jejak murid saat dulu berlangsung pembelajaran tatap muka. Guru biasanya sudah mengenal siswa mana yang paling pintar dan paling rendah nilainya. Lalu dibuat rentang nilai tertinggi siapa dan paling rendah siapa dan berapa nilainya. Nilai anak yang kemampuannya rata-rata akan dibuat setara, atau jika diperlukan akan dibedakan berdasar perolehan nilai PAT.  Untuk untuk siswa-siswa kelas VII dan kelas X yang notabene adalah murid baru dan guru belum mengetahui kemampuan akademik mereka, guru memang harus bekerja lebih keras. Mau tidak mau para pendidik ini wajib memeriksa nilai mereka satu persatu.

Jadi jika ada anak yang memiliki nilai raport bagus dengan model PJJ maka jangan terlalu bangga karena itu bukan tanda anak pintar. Sudah wajar bila nilai anak bagus karena hampir semua tugas dan ulangan dikerjakan dari rumah masing-masing. Mereka bebas membuka apa pun dan bertanya pada siapa pun untuk mengerjakan ulangan.

Ditambah lagi sekarang ini sekolah-sekolah berlomba-lomba menaikkan Kriteria Ketuntasan Minimal ( KKM). KKM adalah nilai terendah yang harus dicapai siswa untuk mata pelajaran tertentu jika dia ingin dinyatakan tuntas untuk mata pelajaran tersebut. Dulu nilai 6 atau 60 sudah tuntas. Sekarang rata-rata KKM trrendah adalah 75. Dulu nilai 75 sudah tergolong nilai bagus, namun sekarang nilai segitu adalah nilai paling sedikit.

Cukup di sini dulu ulasan mengenai nilai raport bagus bukan tanda anak pintar yang ditulis berdasar fakta di lapangan dan cerita guru. Tidak semuanya begini, namun kebanyakan memang seperti ini.

Post a Comment for "Nilai Raport Bagus Bukan Tanda Anak Pintar"