Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Misteri Wafatnya Sultan Hadiwijaya

Kesultanan Pajang


Suatu ketika Sultan Hadiwijaya dari Pajang memutuskan untuk menyerang Mataram. Sultan mengumpulkan seluruh pasukan dan menantunya. Adipati Demak, Adipati Tuban dan Adipati Banten ikut dalam rombongan. Sultan Hadiwijaya berangkat naik gajah dan mereka berkemah di Prambanan.

Perang Sebelum Sultan Hadiwijaya Wafat 

Sementara itu Sutawijaya hanya bisa mengumpulkan sekitar 800 pasukan untuk menghadapi serangan dari Pajang. Panembahan Senopati juga mempunyai rencana lain. Dia memerintahkan orang-orang untuk membuat tumpukan kayu-kayu yang tersebar di perbukitan Gunung Kidul. Jaraknya sejauh tembakan peluru senapan.

Ki Juru Mertani menyarankan agar Sutawijaya pergi ke laut selatan. Dia sendiri akan meminta bantuan ke gunung Merapi.

Di hari ketika kedua pasukan sudah siap bertempur, baik Sutawijaya maupun Ki Juru Mertani membaca mantra, minta bantuan kepada semua makhluk yang telah terkoneksi dengan mereka. Saat itu juga banyak sekali makhluk dari alam gaib yang membantu perjuangan Panembahan Senopati. Tiba-tiba saja gunung Merapi meletus mengeluarkan lava dan lahar. Material letusan Merapi itu memenuhi Kali Opak. Di saat yang bersamaan kayu-kayu yang ada di perbukitan Gunung Kidul pun dibakar dan menimbulkan cahaya serta warna merah membara. Tidak lupa bende Kiai Bicak juga ditabuh dengan nyaring guna menakut-nakuti pasukan Pajang.

Dan benar saja, pasukan Pajang kocar-kacir. Mereka ketakutan karena merasa mendapat serangan yang dahsyat. Adipati Tuban sudah berusaha membangkitkan semangat orang-orang Pajang dan Sultan Hadiwijaya, namun usahanya sia-sia saja. Bahkan Sultan Pajang juga ikut lari menyelamatkan diri. Rencana dari Sutawijaya dan Ki Juru Mertani berhasil. 

Sultan hadiwijaya merasa bahwa kekuasaannya di Pajang memang akan segera berakhir. Sutawijayalah yang akan menjadi raja di Jawa. Kedatangan dia ke Mataram hanyalah untuk menengok putranya tersebut.

Demikian yang disebutkan di Babad Tanah Jawi.

Perang Mataram vs Pajang Versi Lain

Namun ada versi lain yang diberitakan oleh Serat Kandha. Menurut Serat Kandha yang mengusulkan untuk menyerang Mataram adalah Adipati Tuban dan Adipati Demak. Sultan Hadiwijaya akhirnya memenuhi keinginan ini. Ada sekitar 10000 orang prajurit yang disiagakan. Di belakang Sultan Hadiwijaya yang naik gajah nampak putranya yaitu Pangeran Benowo naik kuda.

Menurut versi ini Danang Sutawijaya atau Senopati ing Alaga mampu mengumpulkan 1000 orang prajurit, 300 diantaranya disuruh untuk bersiap di selatan Prambanan. Mereka harus segera melakukan penyerangan begitu mendengar suara letusan gunung Merapi. Tiga ratus orang ini juga diminta agar membunyikan bende Kyai Bicak dan berteriak-teriak sekeras-kerasnya. Sementara yang menjadi pemimpin pasukan diangkatlah Tumenggung Mayang. 

Pertempuran segera terjadi. Awalnya pasukan Mataram seolah-olah terdesak dan dikejar oleh pasukan Pajang. Namun tiba-tiba pasukan Pajang yang mendesak ini diserang oleh pasukan Mataram dari dua arah dan mereka menjadi kocar-kacir. Namun kedatangan sang malam membuat mereka harus melakukan gencatan senjata.

Saat tepat jam tujuh malam gunung Merapi erupsi dengan dahsyat disertai banjir, gempa bumi dan hujan lava. Lalu terdengar suara bende Kiai Bicak yang semakin membuat miris hati para prajurit Pajang. Keadaan menjadi super kacau. Hadiwijaya tidak bisa berbuat apa-apa, ia terjebak dalam kekisruhan tersebut. 

Sultan Hadiwijaya Mengunjungi Tembayat

Tak lama setelah mundur dari medan laga Sultan Hadiwijaya berniat berziarah ke Tembayat. Tempat ini memang tempat suci dan dihormati. Tembayat dipercaya berkaitan erat dengan trah Ki Ageng Giring dan keluarga Kajoran yang terkenal itu. Tembayat juga merupakan poros penyeimbang kekuatan Mataram, dan Pajang adalah satu anggota poros tersebut.

Dengan penuh kerendahan hati, Hadiwijaya membuka pintu makam. Namun sayang pintu makam tidak bisa dibuka. Sultan harus duduk di luar pintu makam. Sultan semakin tak berdaya ketika juru kunci makam menjelaskan bahwa pintu makam yang tidak bisa terbuka tersebut menandakan bahwa Tuhan sudah tidak memperpanjang izinnya untuk menjadi raja.

Kondisi kesehatan Sultan Hadiwijaya makin bertambah parah. Saat perjalanan pulang keesokan harinya, beliau terjatuh dari gajah yang ditunggangi lalu dibawa menggunakan tandu.

Senopati membawa 40 orang pengawalnya untuk berjalan di belakang rombongan Sultan Hadiwijaya. Senopati dan pasukannya idak terlihat beringas, namun tetap menunjukkan rasa hormatnya. Karena itulah saat Pangeran Benowo minta izin pada ayahnya akan menghabisi Senopati, Hadiwijaya menolak. Bahkan Pangeran Benowo diberi pesan agar selalu menuruti perintah Senopati.

Tampaknya Senopati alias Sutawijaya sudah mempunyai firasat bahwa Sultan Hadiwijaya akan segera wafat. Ia menyuruh pengawalnya untuk membeli sejumlah bunga selalih lalu diletakkan di pintu barat alun-alun Pajang.

Wafatnya Sultan Hadiwijaya

Sumber wafatnya Sultan Hadiwijaya ini dari Babad Tanah Jawi. Di Mataram ada satu makhluk sebangsa jin yang ukuran besar dan tinggi badannya melebihi manusia. Dia bernama Ki Juru Taman, hanya Senopati yang bisa melihatnya. Ki Juru Taman menwarkan diri akan mempercepat kematian Hadiwijaya.

Senopati tidak menerima tawaran tersebut namun juga tidak melarang Ki Juru Taman jika ingin melakukannya. Ki Juru Taman lalu pergi ke Pajang. 

Saat Sultan sedang terbaring sakit tiba-tiba Ki Juru Taman menduduki dadanya. Sultan batuk lalu tak sadarkan. Saat siuman penyakitnya bertambah parah saja. Akhirnya beliau pun menghembuskan nafas terakhirnya.

Demikian kisah mengenai wafatnya Sultan Hadiwijaya yang diperkirakan terjadi pada tahun 1587 M. Silakan berdiskusi dengan mengirim komentar jika menemukan kejanggalan-kejanggalan dalam cerita ini.

  




Post a Comment for "Misteri Wafatnya Sultan Hadiwijaya"